Jumat, 07 November 2008

KAWASAN KONSERVASI LAUT BERAU

Kekayaan sumberdaya laut Kabupaten Berau merupakan karunia yang tak terelakkan karena posisinya di dalam kawasan Pusat Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle Centre) yang mengandung lebih dari 460 spesies karang, sehingga menempatkan perairan laut Berau tertinggi ketiga di dunia dalam hal tingkat keanekaragaman karang setelah Kepulauan Solomon dan Raja Ampat. Selain itu, KKL Berau mempunyai beberapa karakteristik yang menonjol, seperti keberadaan danau air laut di Pulau Kakaban, tempat makan dan bertelur penyu, dan kondisi hutan mangrove yang disebut-sebut terbaik di Kalimantan.
Perairan laut Berau menghadapi masalah degradasi yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti penangkapan ikan yang merusak lingkungan (bom dan racun sianida), trawl ilegal, parangkap penyu ilegal, penjarahan penyu dan telurnya, penambangan karang, bekarang (reef gleaning), pengrusakan mangrove, penangkapan ikan berlebih, pencemaran laut, dan penangkapan ikan oleh nelayan luar.
Tim Pengarah Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kabupaten Berau dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Berau No. 225 Tahun 2004. Berdasarkan SK tersebut, Tim Pengarah mempunyai tugas sebagai berikut: (i) Memfasilitasi penyempurnaan dan mensosialisasikan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu berbasis masyarakat Kabupaten Berau; (ii) Memfasilitasi pembentukan Dewan/Komite Bersama Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah; (iii) Sebagai tempat/wadah komunikasi, konsultasi, dan kordinasi dalam pengelolaan pesisir dan laut terpadu.
Dalam perkembangannya Tim Pengarah mengusulkan konsep Kawasan Konservasi Laut (KKL) Kabupaten Berau yang mencakup seluruh perairan laut Berau seluas 1,2 juta hektar. Konsep KKL Berau mendapat persetujuan DPRD Kabupaten Berau pada tanggal 14 Desember 2005 dan selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2005 Bupati Berau mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) No. 31 Tahun 2005 tentang Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau.
Proses pembentukan KKL Berau membutuhkan waktu 27 tahun, sejak survey awal tentang lokasi peneluran penyu tahun 1979 sampai deklarasi KKL Berau tahun 2006.
KKL Berau merupakan kawasan pesisir, termasuk pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya, yang memiliki sumberdaya hayati dan karakteristik sosial budaya spesifik yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif (Komnaskolaut 2005). Di beberapa tempat, KKL telah terbukti menjadi alat yang efektif dalam melindungi keanekaragaman sumberdaya hayati pesisir dan laut, serta pengelolaan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan, seperti perikanan tangkap dan pariwisata. KKL berbeda dari sistem pengelolaan perikanan tangkap yang ada saat ini, seperti pengaturan armada, alat dan hasil tangkap. KKL lebih memperhatikan ekosistem secara keseluruhan dibandingkan satu atau beberapa spesies yang bernilai ekonomis, selain juga mengatur pemanfaatan sesuai sistem pemintakatan kawasan (zonasi). Salah satu fungsi KKL adalah sebagai daerah perlindungan habitat dan spesies ikan. Dengan demikian KKL diharapkan dapat berfungsi sebagai ’bank’ sumberdaya perikanan yang dapat mendukung peningkatan dan keberlanjutan pendapatan masyarakat, khususnya nelayan.
Permasalahan utama di dalam kawasan konservasi laut antara lain :
a. Penangkapan, pengambilan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan non hayati di dalam kawasan dengan menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan ( trawl, bom, potas/ racun dan setrum)
b. Penangkapan sumberdaya alam di dalam kawasan di saat musim dan di tempat pemijahan
c. Kegiatan yang mengancam kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (penambangan pasir/terumbu karang, perambahan mangrove, perusakan lamun, pengambilan biota laut dilindungi, dan kegiatan yang merusak lainnya)
d. Pencemaran perairan (limbah rumah tangga, tumpahan minyak, sampah, dan bahan-bahan lain yang berbahaya)
e. Pelanggaran zonasi / blok (zonasi penangkapan, zonasi kawasan konservasi laut)
f. Konflik antar nelayan lokal dan pendatang mengenai zonasi penangkapan
g. Konflik penggunaan alat tangkap

4 komentar:

  1. aslm...
    bang,apa bedanya terumbu buatan dengan sistem menggunakan teknik transplantasi karang

    BalasHapus
  2. tolong dijelaskan ya kak....

    BalasHapus
  3. kalau teknik transplantasi karang menggunakan karang asli berasal dari alam sekitar yang diambil sebagian untuk dikembangkan sehingga menjadi koloni karang baru di tempat yang berbeda, sedangkan terumbu karang buatan adalah alat dan bahan tertentu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi perangkap bagi zooxanthella sehingga menjadi karang biasanya terbuat dari campuran semen batuan kasar dan diletakkan berdekatan dengan karang yang masih sehat

    BalasHapus
  4. kak, tolong di sertakan sumber data di peroleh dari mana yaa.. trimakasih *saran

    BalasHapus